3 Kebutuhan Emosi Dasar Manusia – Manusia selain memiliki kebutuhan jasmani dan rohani, juga memiliki kebutuhan emosional yang perlu terpenuhi.
Sama halnya dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan jasmani, maka ketika seorang manusia tidak tercukupi kebutuhan emosionalnya, ia akan cenderung melakukan berbagai cara untuk memenuhinya.
Naluri untuk bertahan hidup dan mempertahankan diri adalah sebuah naluri alami yang terinstal di dalam diri semua makhluk hidup sejak ia lahir.
Secara khusus, manusia memiliki keunikan karena ia tidak hanya mencoba bertahan hidup secara fisik saja, tetapi juga secara emosional.
Artinya, manusia juga membutuhkan jaminan keamanan dan ketercukupan dalam hal emosional.
Kebutuhan Emosi Dasar Manusia
Hasil pengamatan dari dunia psikologi menunjukkan bahwa manusia memiliki 3 kebutuhan emosi dasar, yaitu rasa berharga, rasa aman, dan rasa kendali diri.
1. Rasa Berharga
Rasa berharga adalah perasaan bahwa diri kita ini berdaya guna, bahwa kita ini bernilai dan istimewa.
Itu sebabnya, sejak kecil, secara naluriah kita cenderung “mencari perhatian” melalui berbagai usaha pencapaian kita karena kita ingin menunjukkan bahwa kita adalah orang yang spesial.
Kebutuhan akan rasa berharga ini sangat mendasar dan memang sudah menjadi bagian dari kebutuhan emosional kita sejak lahir, sehingga mustahil ada orang yang bisa menyatakan bahwa dia sama sekali tidak butuh dihargai.
2. Rasa Aman
Rasa aman adalah perasaan bahwa diri kita berada dalam keadaan tanpa ancaman, merasa tenang untuk melakukan segala sesuatu, dan merasa terlindungi.
Kebutuhan akan rasa aman ini berkaitan kuat dengan kecenderungan alami manusia untuk selalu mengamankan diri, menghindari dari hal-hal yang bisa melukai, dan memastikan bahwa semuanya berjalan baik.
3. Rasa Kendali Diri
Rasa kendali diri adalah perasaan bahwa kita memiliki kendali atas hal-hal yang berkaitan dengan hidup kita. Seperti yang kita ketahui, manusia selalu takut dengan apa yang ia tidak pahami.
Disinilah kebutuhan akan kendali muncul. Ketika kita memiliki wilayah otoritas dan otonomi yang bisa kita kontrol dan kita pahami, maka kita akan merasa aman dan berdaya guna karena seolah-olah kita memiliki kuasa atas wilayah tersebut.
Sebenarnya, dari sinilah muncul kecenderungan manusia untuk berusaha menaklukkan dan menguasai berbagai hal.
3 kebutuhan emosi dasar inilah yang sebenarnya tanpa sadar, menjadi motivasi internal kita untuk bersikap, bertindak, dan memutuskan sesuatu.
Bahkan, sebenarnya kebutuhan emosional ini jauh melampaui kebutuhan fisik. Karena kalau hanya sekedar untuk sandang, pangan, papan, sebenarnya manusia bisa berhenti berusaha terlalu jauh.
Apa yang membuat manusia menjadi lebih kreatif, menciptakan berbagai hal, melakukan hal-hal baru, dan tampak selalu berkembang setiap waktu, sebenarnya bukan untuk memperoleh sandang , pangan, papan. Melainkan untuk mendapatkan keberhargaan, keamanan, dan kendali atas sesuatu (bahkan jika bisa, kendali atas segalanya).
Baca Juga: Keberagaman Karakteristik Individu: Pengertian, Manfaat dan Contoh Sikap
Apa Akibatnya?
Menariknya, sebenarnya 3 kebutuhan emosi mendasar ini bisa menyetir kita kepada arah yang baik (produktif), maupun kepada arah yang tidak baik (tidak produktif).
Secara psikologis, seharusnya 3 kebutuhan emosi dasar tersebut terpenuhi dan terbangun ketika seorang manusia masih kecil (terutama sebelum ia akil balig).
Ketika masa-masa itu, kalau 3 kebutuhan emosi dasar manusia ini berhasil terpenuhi oleh orang tua, maka ketika ia dewasa, ia akan memiliki pola-pola emosi yang produktif yang akan menolongnya menghadapi situasi kehidupan secara positif.
Namun, jika masa kecil seseorang tidak mendapatkan cukup suplai untuk 3 kebutuhan emosi dasar tersebut, maka di kemudian hari, akan muncul pola-pola emosi tidak produktif yang bisa mengakibatkan sikap, tindakan, dan perilaku yang cenderung destruktif atau menciptakan masalah. Terutama dalam hubungan sosial dengan orang lain, maupun terhadap dirinya sendiri.
Misalnya, ketika seseorang sejak kecil tidak pernah mendapat penghargaan dari orang tuanya, selalu selalu salah, mendapat kritik berlebihan, dan tidak pernah dapat pujian atas pencapaian-pencapaian, maka ketika ia dewasa, orang tersebut menjadi “haus akan penghargaan” dan berusaha memenuhi tangki rasa berharganya yang kosong.
Disinilah bisa muncul perilaku-perilaku yang terwujud dalam bentuk 2 kutub ekstrim, yaitu kutub pasif: minder, tidak berani mengambil tanggung jawab, takut salah, berbohong agar tidak disalahkan, dan sebagainya
Atau dalam bentuk perilaku kutub agresif: menghina orang lain, mengkritik orang lain secara berlebihan, berdandan berlebihan, tidak mau kalah / harus selalu menang, melakukan semua cara demi mendapat prestasi, dan sebagainya.
Baca Juga: 5 Cara Menghilangkan Kesedihan yang 100% Works
Ketika kita memahami ini, kita menjadi mengerti bahwa setiap perilaku manusia sebenarnya sangat dipengaruhi oleh “nahkoda-nahkoda” emosi yang bersembunyi di dalam diri orang tersebut.
Begitu pula kalau kita melihat perilaku destruktif seseorang, entah di kantor, dalam bisnis, di kampus, maupun dalam lingkungan pertemanan atau dalam keluarga besar, maka kita kini memahami bahwa ada “missing piece” di dalam rasa berharga, rasa aman, atau rasa kendali diri.
Manusia selalu ingin bertahan hidup, dan akan melakukan cara apapun (bahkan seringnya tanpa ia sendiri menyadarinya – karena mekanisme ini tersimpan di dalam pola pikiran bawah sadarnya), demi supaya kebutuhannya tercukupi.
Sehingga, jika di masa lalu, kita merasa kekurangan suplai untuk rasa berharga, rasa aman, atau rasa kendali diri, maka naluri alami kita akan mendorong kita untuk melakukan berbagai cara agar kebutuhan itu bisa terpenuhi.